sejarah PKI

Kronologi Tragedi G30SPki Dan Nama- Nama Pahlawan Revolusi Yang Terbunuh

Swakarta.com – G30SPki adalah sebuah tragedi yang sangat memilkukan bagi masyarakat indonesia, ketika itu partai komunis indonesia menjadi dalang dibalik terbunuhnya 7 orang pahlawan revolusi indonesia itu, otak di balik kejadian itu semua adalah DN. aidit. DN. aidit beserta komplotannya yaitu PKI membunuh dengan kejam para pahlawan revolusi indonesia. Setalah membunuhnya PKI memasukan korban ke dalam lubang, yang kita kenal dengan nama lubang buaya.

Jasmerah, Jangan pernah lupakan sejarah, camkan itu dalam hati kita semua, jangan sampai kita melupakan bahwa pernah terjadi suatu tragedi yang memilukan di tanah air kita ini, tragedi penghianatan dari PKI. Simak kronologi yang lebih lengkap dibawah ini :

7 Orang Pahlawan Revolusi Menjadi Korban G30S/PKI:

1. Jenderal Anumerta Ahmad Yani

Ahmad Yani adalah seorang anak dilahirkan pada tanggal 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo. pada masa pendudukan Jepang, beliau mengikuti pendidikan di Heiho Magelang dan pendidikan tentaranya di Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Ahmad Yani diangkat mejadi komandan di purwekerto Setelah terbentuknya TKR. Ahmad Yani juga terlibat ketika penumpasan pemberontak PKI Muso di Madiun tahun 1948.

Ketika itu beliau menjabat sebagai Komandan Wehrkreise II di daerah Kedu di masa Agresi Militer Belanda II dan membentuk sebuah pasukan ‘Banteng Raiders’, selama bertugas beliau juga  menumpas DI/TII di jawa Tengah. Beliau melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat (AS) di Command and General Staff College.

Ahmad yani diangkat menjadi seorang Komandan Komando Operasi pada tanggal 17 Agustus di Padang Pada tahun 1958, , untuk menumpas para pemberontak PRRI. di tahun 1962 beliau diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). yang Kemudian difitnah oleh PKI bahwa ahmad yani ingin menjatuhkan Soekarno.

✅ BACA JUGA:   Tutorial Transfer Pulsa All Operator

Di tanggal 1 Oktober 1965 dinihari lah beliau diculik oleh  penghianat PKI dan kemudian membunuhnya. setelah itu Jasadnya ditemukan di dalam Lubang Buaya dan kemudian beliau dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

2. Letjen Anumerta Raden Suprapto

Suprapto adalah seorang anak yang  lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto. Kemudian Ia mengikuti pendidikan militer di Akademi Militer Kerajaan di kota Bandung, namun pedidikan dia terputus karena Jepang mendarat di daratan Indonesia.

Di masa Jepang itulah, Suprapto kembali mengikuti kursus Pusat latihan Pemuda dan bekerja pada Kantor Pendidikan Masyarakat. Pada awal kemerdekaan indonesia, dia aktif dalam merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Di purwerejo beliau bergabung dengan TKR dan ikut serta dalam pertempuran di Ambarawa menjadi ajudan Panglima Besar Sudirman.

Karir suprapto di dinas kemiliteran adalah menjadi Kepala Staf Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang, menjadi staf AD di Jakarta, Deputi Kepala Staf AD di Sumatera, Deputi II Menteri/Panglima Angkatan Darat Jakarta.

Suprapto adalah orang yang menentang keras rencana PKI yang ingin membentuk Angkatan Kelima. Yang kemudian buliau di bunuh pada tanggal 1 Oktober 1965. Beliau ditemukan dalam keadaan wafat di dalam Lubang Buaya yang kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

3. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono

MT Haryono lahir anak yang lahir di Surabaya pada tanggal 20 Januari 1924. pada masa pendudukan Jepang, dia belajar di Ika Dai Gaku (Sekolah Kedokteran) di kota Jakarta. Usai proklamasi di proklamirkan, MT Haryono kemudian ikut bergabung dengan TKR sebagai pangkat mayor. Karena kepanpandainya yang bahasa Belanda, Inggris dan Jerman, MT Haryono juga sering kali mengikuti perundingan antara RI dengan Belanda ataupun antara RI dan Inggris.

✅ BACA JUGA:   Bagaimana Cara Upload Foto di Instagram Agar Tidak Pecah

MT Haryono mempunyai jabatan sebagai sekretaris delegasi RI dan juga menjadi Sekretaris Dewan pertahanan Negara, Kemudian dia juga menjadi wakil tetap di Kementerian pertahanan urusan gencatan senjata. Ketika Konferensi meja bundar, MT Haryono menjadi sekretaris delegasi militer Indonesia. haryanto menjabatan sebagai seorang atase militer RI untuk Belanda pada tahun 1950 yang kemudian di pilih juga menjadi seorang Direktur Intendans dan Deputy III Menteri/Panglima AD (1964).

MT Haryono adalah salah satu dari korban keganasan dari penghianat PKI, yang kita ingat dengan nama peristiwa G30s/PKI. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari beliau dibunuh dan di buang di dalam Lubang Buaya yang kemudian setelah ditemukan, beliau dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata Jakarta.

4. Mayjen S. Parman

S.Parman adalah salah satu korban keganasan PKI, beliau disergap pada tanggal 1 Oktober 1965 sekira pukul 04.00 WIB. S.parman ketika itu tidak menyadari kedatangan rombongan penghianat PKI akan menculik dirinya. Karena mereka menggunakan seragam Cakrabirawa. Rombongan tersebut mengatakan kepada S.parman bahwa suasana di luar sedang genting, bahkan mereka pun ikut masuk ke dalam kamar tidur saat Parman berganti pakaian. S. Parman kemudian dibawa pergi. Ketika itu, tidak ada yang menjaga rumahnya, disana hanya ada istri dan anaknya saja. Penculikan itu pun berjalan dengan lancar.

5. Brigjend D.I. Panjaitan D.I.

Panjaitan diculik pada tanggal 1 Oktober 1965 di waktu subuh. Dua buah truk datang dengan membawa Pasukan berseragam dan langsung mengepung rumah Panjaitan dari segala arah. Akan tetapi, baliau mengira bahwa pasukan itu ditugasi untuk menjemput dirinya, Untuk bertemu dengan Soekarno. Kemudian Panjaitan berpakaian dengan rapi, resmi, lengkap dengan topi, seperti akan pergi ke satu upacara. Tanpa ia diduga, ternyata pasukan itu justru menembaki barang-barang yang ada di dalam rumahnya hingga hancur berserakan. Karena Melihat kondisi seperti itu, Panjaitan pun yang merupakan seorang yang kuat agamanya, menolak untuk menggunakan kekuatan para penjaga di rumahnya, meskipun beliau sudah beberapa kali diberi peringatan. Namun beliau masih percaya hanya Tuhan yang akan melindungi dirinya. Pada Akhirnya, beliau turun dari kebawah dari lantai 2 dan menemui rombongan itu. Jenderal yang berasal dari Tapanuli itu sempat melawan, Namun takdir berkata lain, sehingga ia ditembak di halaman rumahnya seketika itu juga, dan langsung dibawa pergi.

✅ BACA JUGA:   Begini Cara Membuat Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK)

6. Brigjen Sutoyo Siswodiharjo

Penculikan terhadap Sutoyo juga terjadi pada 1 Oktober 1965 di pagi hari. Rombongan tersebut datang ke rumah Sutoyo dan langsung mengamankan lokasi di sekitar jalan rumahnya, bahkan orang yang ingin melintas pun dilarang lewat dan hansip yang berjaga juga dibuat tidak berdaya. Pasukan tersebut masuk ke dalam rumah dan memaksa pembantu agar memberikan kunci untuk menemukan sasaran operasi, Sutoyo. Sutoyo pun mereka panggil dengan dalih dimintai untuk menemui Soekarno di Istana Kepresidenan. memenuhi panggilan itu, Sutoyo pun mereka ajak untuk naik ke atas truk, kendaraan yang para penghianat gunakan. Ketika beliau berada di atas truk, tangannya langsung diikat dan kemudian matanya ditutup. Lalu, beliau diturunkan di rumah yang berada dekat Lubang Buaya. Pagi itu sekitar pukul 07.00 WIB, terdengar beberapa kali suara tembakan. Setelah dipastikan beliau wafat, jenazah dari Sutoyo mereka masukkan ke dalam sumur yang ditutup menggunakan sampah dan daun-daun.

7. Lettu Pierre Andreas Tendean

Lettu pierre adalah seorang keturunan Perancis, beliau bukan termasuk sasaran para penculik penhianatan yang dilakukan PKI. Namun pada tanggal 1 oktober 1965  Tendean tengah berada di rumah Jenderal A.H. Nasution, yang merupakan atasannya, jadi target sesungguhnya. ketika rombongan tersebut datang dan bertanya kepada Tendean, apakah dia A.H. Nasution, tanpa ragu sedikitpun Tendean menjawab, “Ya, saya lah Jenderal Nasution”, meskipun dia tahu apa bahaya dari tindakannya tersebut. Tindakan itu ia lakukan semata-mata hanya ingin sang Jenderal bisa selamat. Karena keberaniannya itulah, A.H. Nasution pun lolos dari penculikan. Padahal sebenarnya, ketika itu Tendean bisa saja mengatakan yang sejujurnya agar terbebas dari kekejaman penghianat PKI yang akhirnya menjadikan itu akhir hidupnya.